Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI PURWODADI
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2019/PN Pwd ISKANDAR Pemerintah Republik Indonesia c.q. Kepala Kepolisian Republik Indonesia c.q. Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah c.q. Kepala Kepolisian Resor Grobogan c.q. Kepala Kesatuan Reserse Kriminal Polres Kabupaten Grobogan Minutasi
Tanggal Pendaftaran Senin, 07 Jan. 2019
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2019/PN Pwd
Tanggal Surat Senin, 07 Jan. 2019
Nomor Surat 22
Pemohon
NoNama
1ISKANDAR
Termohon
NoNama
1Pemerintah Republik Indonesia c.q. Kepala Kepolisian Republik Indonesia c.q. Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah c.q. Kepala Kepolisian Resor Grobogan c.q. Kepala Kesatuan Reserse Kriminal Polres Kabupaten Grobogan
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan
ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN
1. Terbitnya SPDP Melanggar Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.
1.1 Bahwa berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP/B/57/IV/2016/Jateng/Res Grob, tanggal 11 April 2016, kemudian Termohon mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sp.Sidik/52/IV/2016/Reskrim tanggal 11 April 2016 dan Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sp.Sidik/52.a/I/2018/Reskrim tanggal 29 Januari 2018. Selanjutnya  Penyidik (Termohon) mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Nomor : SPDP/200.a/II/2018/Reskrim tanggal 01 Pebruari 2018 ;
1.2 Bahwa sejak terbit Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sp.Sidik/52/IV/2016/Reskrim tanggal 11 April 2016, seharusnya Termohon “segera“ menindaklanjuti dengan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang tanggalnya bisa bersamaan dengan terbitnya Surat Perintah Penyidikan tersebut dan atau setelahnya. Dan faktanya Termohon justru menerbitkan  Surat Perintah Penyidikan yang kedua yaitu Nomor : Sp.Sidik/52.a/I/2018/Reskrim tanggal 29 Januari 2018, yang kemudian baru  mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Nomor : SPDP/200.a/II/2018/Reskrim tanggal 01 Pebruari 2018.  Hal tersebut jelas tidak bisa dibenarkan dan melanggar ketentuan Pasal 25  ayat (1) (Paragraf 2 SPDP) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana yang menyebutkan : “ SPDP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b, dibuat dan dikirimkan setelah terbit surat perintah penyidikan “.
Bahwa berdasarkan alasan tersebut maka terbitnya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Nomor : SPDP/200.a/II/2018/Reskrim pada  tanggal 01 Pebruari 2018 adalah tidak sah dan cacat hukum karena melanggar ketentuan Pasal 25  ayat (1) (Paragraf 2 SPDP) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.
2. Pemohon Tidak Pernah Diperiksa Sebagai Calon Tersangka.
2.1 Bahwa melalui putusan Mahkamah Konstitusi   Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 mengabulkan sebagian permohonan yang salah satunya menguji ketentuan objek praperadilan. Melalui putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan inkonstitusional bersyarat terhadap frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP. Pasal 77 huruf a KUHAP dinyatakan inkontitusional bersyarat sepanjang dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan ;
2.2 Bahwa Mahkamah Konstitusi dalam Putusan tersebut, menyatakan KUHAP tidak memberi penjelasan mengenai batasan jumlah (alat bukti) dari frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup”. Berbeda dengan Pasal 44 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur secara jelas batasan jumlah alat bukti, yakni minimal dua alat bukti ;
2.3 Bahwa Frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya, kecuali tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia). Mengenai disertai pemeriksaan calon tersangkanya ini dibenarkan oleh Mahkamah Konstitusi  sebagaimana terdapat dalam putusan Mahkamah Konstitusi  No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 (terutama pertimbangan angka 5 halaman 97 dan 98) ;
2.4 Mahkamah Konstitusi menganggap syarat minimum dua alat bukti dan pemeriksaan calon tersangka  untuk transparansi dan perlindungan hak asasi seseorang agar sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka telah dapat memberi keterangan secara seimbang. Hal ini menghindari adanya tindakan sewenang-wenang oleh penyidik terutama dalam menentukan bukti permulaan yang cukup itu (Putusan Mahkamah Konstitusi  No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, halaman 98 dan 99 Paragraf ke-1) ;
2.5 Bahwa Pemohon belum dan atau tidak pernah dilakukan Pemeriksaan dalam kapasitas sebagai Calon Tersangka, meskipun dalam Surat Panggilan Nomor : S.Pgl 47 / IV / 2018 /Reskrim tanggal 25 April 2018  telah ditetapkan sebagai Tersangka ;
2.6 Bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, mengatakan :  Frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya. Dan faktanya pemeriksaan calon tersangka belum dan atau tidak pernah dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon, sehingga Penetapan tersangka terhadap Pemohon telah secara nyata bertentangan dengan Pendapat Mahkamah Konstitusi sebagaimana terdapat dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, terutama pertimbangan angka 5 halaman 97 dan 98. Bahwa karena Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut bersifat final dan mengikat, serta berlaku asas  Res Judicata (Putusan Hakim Harus dianggap benar) serta Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat Erga Omnes (berlaku umum), maka harus menjadi rujukan dalam setiap proses pemeriksaan oleh Termohon dalam hal ini Kasat Reskrim Polres Kabupaten Grobogan ;
2.7 Bahwa dengan demikian jelas tindakan Termohon dalam Penetapan Tersangka, yang faktanya tidak disertai pemeriksaan calon tersangka atau Tersangka  merupakan tindakan yang tidak sah, dan harus dibatalkan tentang penetapan tersangka terhadap diri Pemohon oleh Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo ;
 
3. Termohon Tidak Cukup Bukti Dalam Menetapkan Pemohon Sebagai Tersangka.
3.1 Bahwa Termohon dalam menetapkan tersangka dalam dugaan Penipuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Kepala Kepolisian Resor Kabupaten Grobogan Cq. Kasat Reskrim Polres Kabupaten Grobogan kepada Pemohon hanya berdasar pada Keterangan Saksi Pelapor, saksi dan ada penyitaan dokumen, akan tetapi penyitaan tersebut tanpa surat izin dari Pengadilan Negeri Setempat (In casu Pengadilan Negeri Purwodadi). Dengan demikian penyitaan tersebut tidak sah dan bertentangan dengan Pasal 38 ayat (1) dan (2) KUHAP, karena dengan adanya surat izin dari Pengadilan maka dokumen yang disita baru dikatakan sebagai alat bukti surat ;
3.2 Bahwa karena tidak ada surat izin dari Pengadilan Negeri Purwodadi atas penyitaan barang bukti sebagaimana tersebut poin 3.1 diatas, maka Penetapan Tersangka atas diri Pemohon secara hukum tidak cukup bukti, dan Termohon dalam hal melakukan penyitaan terhadap dokumen tidak bisa dibenarkan  dan melanggar ketentuan Pasal 38 ayat (1) dan (2) KUHAP yang menyebutkan :
1) Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat.
2) Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentuan ayat (1) penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuannya.
Bahwa dengan demikian, meskipun ada dokumen yang disita oleh Termohon dikarenakan penyitaan belum ada surat  izin ketua pengadilan negeri setempat (In casu Pengadilan Negeri Purwodadi), maka dokumen yang disita dan dijadikan alat bukti tersebut, belum bisa dikatakan sebagai alat bukti surat.
3.3 Bahwa dengan demikian barang bukti berupa dokumen yang disita oleh  Termohon terkait dengan tindak pidana penipuan Pasal 378 KUHP bukan merupakan alat bukti yang sah sebagaimana dimaksud  dalam pasal 184 KUHAP,  dikarenakan  antara barang bukti dan alat bukti ada perbedaan. Hal tersebut sesuai pendapat di dalam buku Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum karangan DR.H.M.A. Kuffal,SH dan Hukum Acara Pidana Indonesia karangan Prof.Dr.jur.Andi Hamzah, berpendapat berdasarkan pengertian/penafsiran otentik sebagaimana dirumuskan dalam pasal 1 butir 16 KUHAP tersebut dapat disimpulkan bahwa benda yang disita/benda sitaan yang juga dinamakan "barang bukti" tersebut adalah berfungsi/berguna untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan. Dalam beberapa pasal yang diatur dalam KUHAP benda sitaan itu disebut/dinamakan sebagai "barang bukti " antara lain dalam pasal-pasal sebagai berikut : Pasal 8 ayat (3) huruf b : Dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum, Pasal 40, Pasal 194 ayat (2). Pasal 197 ayat (1) huruf i, Pasal 205 ayat (2). Sedangkan pendapat Prof.Dr.jur Andi Hamzah, Real evidence (barang bukti) ini tidak termasuk alat bukti menurut hukum acara pidana kita (dan Belanda), yang biasa disebut "barang bukti". Barang bukti berupa objek materiil ini tidak benilai jika tidak diidentifikasi oleh saksi (dan terdakwa). 
Bahwa dari perumusan pasal 1 butir 16 dan beberapa pasal KUHAP sebagaimana diterangkan di atas dapat disimpulkan bahwa benda sitaan yang berstatus sebagai barang bukti tersebut adalah berfungsi untuk kepentingan pembuktian. Namun apabila dikaitkan dengan keberadaan alat-alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam pasal 184 KUHAP, maka dapat diketahui secara jelas bahwa barang bukti tidak termasuk sebagai alat bukti yang sah sebagaimana diatur secara  tegas dan limitative  dalam Pasal 184 (1) KUHAP, yaitu:
- keterangan saksi ;
- keterangan ahli ;
- surat ;
- petunjuk ;
- keterangan terdakwa ;
3.4 Bahwa mengingat PEMOHON ( ISKANDAR bin ZUBAIDI) ditetapkan sebagai Tersangka sehubungan dengan adanya Laporan Polisi Nomor : LP/B/57/IV/2016/Jateng/Res Grob, tanggal 11 April 2016 tentang dugaan perkara pidana Penipuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 KUHP, yang menurut PELAPOR bahwa PEMOHON sejak tanggal 19 Juni 2012, sudah mengundurkan diri dan keluar dari LBH PUSPA, maka surat Kuasa NON LITIGASI  yang dibuat awal tahun   2016 atau sebelum terbit Laporan Polisi tanggal 11 April  2016, dimana PEMOHON  yang  munggunakan “ LBH PUSPA “ dianggap sudah tidak punya hak dan dianggap telah menipu  PELAPOR. Oleh karena  Surat  Kuasa  NON  LITIGASI tersebut, menurut keterangan PEMOHON bahwa pembuatan AKTA Pendirian LBH PUSPA sesuai AKTA Nomor 10 tanggal 16 September 2011 yang dibuat dihadapan Notaris PAUL   CHRISTIAN, S.H., M.Kn. Notaris Purwodadi Grobogan,  yang di buat oleh  Sdr. TRENGGONO dan baru diserahkan akta tersebut kepada Pemohon pada akhir tahun 2015 dan Sdr. TRENGGONO mengatakan LBH PUSPA dapat di gunakan PEMOHON, maka untuk membuktikan kebenaran akta tersebut atau diduga ada yang palsu oleh Termohon (penyidik), seharusnya Termohon meminta keterangan ahli untuk perkara tersebut, sebagaimana dimaksud dalam  Pasal 132 ayat (1) KUHAP yang menyebutkan : “ Dalam hal diterima pengaduan bahwa sesuatu surat atau tulisan palsu atau dipalsukan atau diduga palsu oleh penyidik, maka untuk kepentingan penyidikan, oleh penyidik dapat dimintakan keterangan mengenai hal itu dari orang ahli “. 
3.5 Bahwa mengacu hal tersebut, mengingat Penetepan Pemohon sebagai Tersangka ternyata Termohon tidak meminta keterangan ahli, maka Penetapan Tersangka terhadap Pemohon tidak memenuhi dua alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 KUHAP. Hal tersebut sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 yang menyatakan : Frasa “Bukti Permulaan”, Frasa “Bukti Permulaan Yang Cukup” dan “Bukti Yang Cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP oleh Mahkamah Konstitusi dinyatakan harus dimaknai sebagai “minimal dua alat bukti” sesuai dengan pasal 184 KUHAP ;
3.6 Bahwa fakta ada pengembalian berkas perkara oleh Kejaksaan Negeri Kabupaten Grobogan kepada Termohon, dimana menurut SOP SPDP menyatakan setelah Termohon (Penyidik) mengirim SPDP ke Penuntut Umum (Kejaksaan Negeri Purwodadi), dalam waktu 60 (enam puluh) hari penyidik harus sudah melimpahkan berkas perkaranya ke Penuntut Umum (Kejaksaan Negeri Purwodadi). Dan apabila penyidik dalam tenggang waktu tersebut belum mengirim  atau melimpahkan berkas perkaranya kepada Penuntut Umum (Kejaksaan Negeri Purwodadi), maka Penuntut Umum berwenang mengembalikan SPDP kepada Termohon (Penyidik) dan menghapus Regristasi SPDP tersebut dari  Penuntut Umum (Kejaksaan Negeri Purwodadi ). Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER-046/A/JA/12/2011 Tentang Standar Operasional Prosedur Terintegrasi Dalam Penanganan Perkara Di Lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia ;
3.7 Bahwa selain itu berdasarkan Kesimpulan dan Rekomendasi “Gelar Perkara“ pada hari Kamis tanggal 29 Nopember 2018 di ruang gelar perkara Ditreskrimum Polda Jateng, tidak ada keterangan yang menyatakan Pemohon (Iskandar) melanggar tindak pidana penipuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 KUHP ;
Berdasar alasan uraian diatas, maka jelas  tindakan Termohon yang menetapkan Pemohon sebagai Tersangka tidak memenuhi minimal 2 (dua) alat bukti sebagaimana tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi dengan Nomor Perkara 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, maka dapat dinyatakan tidak sah dan tidak berdasar atas hukum ;
4. Perbuatan Pemohon Merupakan Hubungan Hukum Keperdataan.
Kronologis Hubungan Hukum PELAPOR dan PEMOHON sebagai berikut :
4.1 Pada awalnya PEMOHON dan TERLAPOR (Sdri. KRISTIANI) tidak saling mengenal dan kenal dengan Pelapor karena dikenalkan oleh temannya yang bernama Sdr. M. UMAR   SYAHID,   yang   sudah   lebih   dulu   kenal   dengan PELAPOR (Sdri. KRISTIANI) ;
4.2 Masalah yang dialami PELAPOR adalah sengketa Kredit Mobil, yang ada kaitannya dengan Sdr. SUTADI, yang intinya  Sdr. SUTADI memberi  tahu  kepada  PELAPOR kalau mobil yang dibeli secara Kredit karena angsurannya mengalami  keterlambatan akan ditarik Finance, selanjutnya PELAPOR meminta tolong kepada PEMOHON untuk membantu memediasi perselisihan antara PELAPOR dan Sdr. SUTADI ;
4.3 Atas  permintaan PELAPOR  tersebut, PEMOHON bersedia membantu memediasi atau menangani permasalahannya PELAPOR dengan syarat harus ada kuasanya secara Non Litigasi. Dan PELAPOR bersedia  membuat surat  kuasa tersebut,  selanjutnya oleh PEMOHON dibuat Surat Kuasa yang tertulis menggunakan LBH PUSPA yang bunyinya : Yang bertanda tangan dibawah ini Kami  ISKANDAR (Pemohon) adalah Anggota LBH PUSPA untuk membantu menyelesaikan permasalahan pemberi kuasa secara Non LITIGASI. Kemudian untuk menjalankan kuasa tersebut dilakukan oleh 2 (dua) orang antara lain : (1). Sdr. ISKANDAR. (2). Sdr. M. UMAR SYAHID  ;
4.4 Setelah  menerima  kuasa,  oleh  PEMOHON  dan  Sdr. M. UMAR SYAHID melakukan mediasi dengan Sdr. SUTADI, dengan mendatangi  Sdr.  SUTADI  4  (empat)  kali  pertemuan,  namun  belum berhasil dan belum ada solusinya ;
4.5 Dikemudian   hari,   PELAPOR   menghubungi PEMOHON  dan menceritakan bahwa Obyek sengketa atau permasalahannya yaitu adanya 2 (dua) unit mobil yang dikuasi oleh PELAPOR akan ditarik oleh pihak Finance dan oleh Sdr. SUTADI, sesuai cerita Pelapor bahwa 1 (satu) Unit Mobil diantaranya  adalah milik sdr. SUTADI, namun masih ada masalah atau sengketa dengan PELAPOR ;
4.6 Hari  berikutnya,  PEMOHON  (ISKANDAR)  dimintai  saran  dan solusinya oleh PELAPOR, selanjutnya PEMOHON memberi saran kepada PELAPOR agar ke 2 (dua) unit mobil tersebut harus segera diamankan dan diselesaikan secara musyawarah, dan dari saran tersebut selanjutnya  PELAPOR meminta tolong kepada PEMOHON agar mencarikan tempat penitipan untuk menyimpan 2 (dua) unit Mobil yang dikuasai oleh PELAPOR namun oleh Pemohon di jawab tidak punya tempat, kemudian PELAPOR meminta PEMOHON untuk menanyakan kepada Sdr. M. UMAR SYAHID apakah bisa mencarikan tempat untuk mengamankan /menitipkan 2 (dua) mobil  tersebut ;
4.7 Kemudian  PEMOHON  menghubungi  Sdr.  M.  UMAR  SYAHID  terkait dengan perihal yang di minta oleh  PELAPOR (Sdri. KRISTIANI), dan Sdr. M. UMAR SYAHID menjawab ada tempat yang aman untuk menitipkan ke 2 (dua) mobil tersebut, namun ada biaya penitipan dan pengamanan sampai mobil  tersebut  diambil   PELAPOR.  Selanjutnya  disampaikan kepada  PELAPOR (Sdri. KRISTIANI) bahwa untuk penyimpanan mobil ada biaya penitipan dan pengamanan, oleh PELAPOR disetujui dan selanjutnya  PELAPOR membawa 2 (dua) unit mobil tersebut untuk disimpan di tempat Sdr. M. UMAR SYAHID ;
4.8 Untuk membayar penitipan dan pengamanan ke 2 (dua) mobil tersebut,  PELAPOR (Sdri. KRISTIANI)  akan membayar dengan cara mentransfer kepada Sdr. M. UMAR SYAHID melalui Rekening BANK BRI, namun Sdr. M. UMAR SYAHID tidak memiliki  Rekening  BRI  sehingga  meminta  tolong  kepada PEMOHON untuk bisa menerima tranfer dari PELAPOR  melalui rekening PEMOHON ;
4.9 Selanjutnya PELAPOR (Sdri. KRISTIANI) mentrasfer PEMOHON sebesar Rp. 2000.000,- (dua juta rupiah), untuk di serahkan kepada Sdr. M. UMAR SYAHID ;
4.10 Ketika kondisi sudah dirasa aman ke 2 (dua) unit mobil tersebut oleh PELAPOR (Sdri. KRISTIANI) diambil lagi yang kelanjutan keberadaannya PEMOHON tidak tahu ;
4.11 Dari Kronologi diatas pekerjaan yang dilakukan PEMOHON mendasari surat kuasa Non Litigasi sudah dijalankan dan telah diselesaikan dengan baik sesuai    permintaan  PELAPOR, dimana 2 (dua) unit mobil yang dikuasai oleh PELAPOR tidak ditarik Sdr. SUTADI maupun dari pihak Finance ;
4.12 Dalam pekerjaan tersebut PELAPOR (Sdri. KRISTIANI)  telah mengeluarkan biaya sebesar Rp. 2.000.000,- ( dua Juta rupiah ), untuk biaya pengamanan serta penitipan ke 2 (dua) mobil PELAPOR ;
4.13 Tidak  berapa  lama  setelah  permasalahan  yang  dialami  oleh PELAPOR dianggap tidak ada masalah, tahu-tahu PEMOHON (ISKANDAR bin ZUBAIDI) mendapat undangan dari Polres Grobogan untuk di Klarifikasi mendasari Laporan Polisi Nomor : LP/B/57/IV/2016/Jateng/Res Grob, tanggal 11 April 2016 tentang   dugaan perkara pidana Penipuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 KUHP, yang menurut pelapor bahwa Sdr. ISKANDAR sejak tanggal 19 Juni 2012, sudah mengundurkan diri dan keluar dari LBH PUSPA, maka surat Kuasa NON LITIGASI  yang dibuat awal tahun   2016 atau sebelum terbit Laporan Polisi tanggal 11 April  2016, PEMOHON  (ISKANDAR)  yang  munggunakan “ LBH PUSPA “ dianggap sudah tidak punya hak dan dianggap telah menipu  PELAPOR ;
4.14 Perlu diketahui terkait  Surat  Kuasa  NON  LITIGASI  yang  menggunakan  LBH PUSPA, sesuai keterangan PEMOHON bahwa pembuatan AKTA Pendirian LBH PUSPA sesuai AKTA Nomor 10 tanggal 16 September 2011 yang dibuat dihadapan Notaris PAUL CHRISTIAN, S.H., M.Kn. Notaris Purwodadi Grobogan berkantor di Jl. Ahmad Yani No. 224 (Kuripan) Telp (0292) 423845 Purwodadi Grobogan (  Jawa  Tengah),  yang di buat oleh  Sdr. TRENGGONO dan baru diserahkan akta tersebut ke Pemohon pada akhir tahun 2015 dan Sdr. TRENGGONO mengatakan LBH PUSPA dapat di gunakan PEMOHON (Sdr. ISKANDAR) ;
Bahwa berdasarkan kronologi tersebut diatas, maka menunjukkan persoalan antara PEMOHON dan PELAPOR adalah merupakan hubungan keperdataan, sehingga tidak tepat perbuatan PEMOHON yang sudah selesai menyelesaikan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Surat Kuasa Non Litigasi dikatakan telah melanggar  Pasal 378 KUH PIDANA yang menyebutkan :  “ Barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan Hak, baik dengan memakai nama palsu atau keadaan Palsu baik dengan akal dan tipu muslihat, maupun dengan karangan perkataan-perkataan bohong, membujuk orang supaya memberikan sesuatu barang membuat utang atau menghapuskan piutang, dihukum karena penipuan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun. “.
5. Penetapan Pemohon Sebagai Tersangka Merupakan Tindakan Melanggar Hukum.
Bahwa berdasarkan  uraian diatas terdapat fakta hukum :
5.1 Formil.
a. Kuasa Non  Litigasi  telah  selesai  dijalankan  dengan  baik  sebagai bentuk prestasi pekerjaan Pemohon (Sdr. ISKANDAR Cs.) ;
Bahwa perlu diketahui, pada   saat   perkenalan   antara  Pemohon (Sdr.   ISKANDAR)   dengan Pelapor  (Sdri. KRISTIANI) yang saat itu Pemohon  mengenalkan dengan nama“BEJO” atau sebagai nama alias, adalah tidak ada niatan dan tidak  ada  maksud  yang  disengaja  menegenalkan menggunakan nama palsu atau keadaan Palsu, ketika berkenalan dengan Pelapor secara spontan mengenalkan dengan nama panggilan   seperti yang sering dilakukan oleh orang lain kalau memanggil   menyebutnya “ BEJO “ Sebutan nama panggilan“ BEJO” tidak dapat dijadikan sebagai Fakta yang mengenalkan dengan Nama Palsu, karena Pelapor (Sdri. KRISTIANI) sudah tahu bahwa namanya “ ISKANDAR “
b. Hal ini terlihat Ketika Pelapor (Sdri. KRISTIANI) menandatangani surat kuasa Non Litigasi namanya adalah “ ISKANDAR “ dan diyakinkan lagi ketika Pelapor  melakukan   transfer uang pada Nomor Rekening di Bank yang muncul namanya juga “ ISKANDAR ” maka untuk unsur nama palsu tidak terpenuhi. Disamping itu Pada saat tanda tangan Surat Kuasa Non Litigasi, faktanya Pelapor (Sdri. KRISTIANI) tidak keberatan dan tidak ada masalah ;
c. Dalam Surat Kuasa Non Litigasi huruf a dan b diatas, terbukti yang menjadi kuasa hukum 2 orang yaitu : Pemohon dan Sdr. M. UMAR SYAHID. Dalam perkara a quo M. UMAR SYAHID tidak dijadikan Tersangka ada benarnya, demikian pula Pemohon seharusnya juga tidak ditetapkan sebagai Tersangka oleh Termohon. Oleh karena Pemohon ditetapkan sebagai Tersangka maka hal tersebut  merupakan bentuk tindakakan TERMOHON yang melanggar hukum dan patut diduga ada diskriminatif ;
d. Surat Kuasa Non Litigasi dapat dijalankan oleh siapa saja termasuk Pemohon (Sdr. ISKANDAR), asalkan telah dijalankan dengan baik dan sesuai keinginan pemberi kuasa (Pelapor) serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku ;
e. Pengeluaran uang sebesar Rp. 2.000.000,- ( dua juta rupiah) adalah bukan sebagai biaya Operasional atas pekerjaan yang dijalankan penerima kuasa, melainkan sebagai biaya penitipan pengamanan 2 (dua) unit mobil milik Pelapor (Sdr. Kristianai), dan tidak dapat dipandang sebagai bentuk kerugian  karena pekerjaan (penitipan dua unit mobil) telah selesai di jalankan. Hal ini dapat dibuktikan bahwa pekerjaan yang dijalankan penerima kuasa sudah sesuai seperti yang diinginkan dan yang dikehendaki  oleh Pelapor (Sdri. KRISTIANI), selaku pemberi kuasa ;
f.   Transfer uang Rp. 2.000.000,- ( dua juta rupiah) pada Rekening Bank atas nama ISKANDAR (Pemohon) yang realisasinya sesuai permintaan sdri. KRISTIANI (Pelapor), faktanya digunakan  untuk sewa tempat guna menyimpan 2  (dua) unit mobil milik Pelapor tersebut ;
g. Uang Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) yang oleh TERMOHON (Penyidik) disita dari M. UMAR SYAHID, tidak dapat dijadikan bukti atas perbuatan PEMOHON (sdr. ISKANDAR) ;
h. Terhadap Surat Kuasa Non Litigasi yang menggunakan LBH PUSPA yang digunakan oleh PEMOHON (Sdr. ISKANDAR) yang oleh PELAPOR (Sdri. KRISTIANI) dianggap tidak syah karena Sejak tanggal 25 Juli 2012 PEMOHON (Sdr. ISKANDAR) sudah menggundurkan diri dari Anggaran Dasar LBH PUSPA  tidak  ada  hubungannya  dengan  isi  kuasa  yang dijalankan oleh PEMOHON (Sdr. ISKANDAR). Dan PELAPOR (Sdri. KRISTIANI) tidak memiliki kewenangan menguji Formal dan materiil terhadap perubahan Akta Pendirian LBH PUSPA ;
i.   Terhadap  Akta  Pendirian  LBH  PUSPA  Nomor  10  tanggal  16 September 2011 yang telah diubah dengan Akta Nomor 66 tanggal 25 Juli 2012 masih perlu di uji  kebenarannya baik terhadap Formal maupun Materiilnya karena banyak kejanggalan antara lain:
1) Pembuatan akta pendirian LBH PUSPA   Nomor 10 tanggal 16 September 2011, tidak dihadiri oleh Sdr. ISKANDAR (PEMOHON) ;
2) PEMOHON (Sdr. ISKANDAR) tidak diberi kutipan AKTA Nomor 10 tanggal 16 September 2011;
3) Pembuatan AKTA Perubahan Nomor 66 tanggal 25 Juli 2012 khususnya  pasal  16  yang  menyebutkan  setidaknya  telah dihadiri 2/3 Anggota setidaknya ada 4 (empat) orang yang hadir, Koordinator Lembaga dapat melakukan Pergantian, faktanya hanya dihadiri oleh Sdr. TRENGGONO, ANAK dan ISTERINYA sehingga tidak syah ;
5.2 Materiil.
Surat kuasa dibawah tangan yang dibuat PEMOHON (Sdr. ISKANDAR) pada tanggal 19 Juni 2012 yang aslinya dilekatkan pada minuta akta ini , demikian dari dan oleh karena itu   untuk dan atas nama serta mewakili Sdr, ISKANDAR memberi kuasa kepada Sdr. TRENGGONO untuk melakukan Perubahan Anggaran Dasar LBH PUSPA, yang masih perlu dibuktikan kebenarannya karena :
a. Sdr. ISKANDAR (PEMOHON) merasa tidak pernah membuat surat kuasa perubahan/ surat pengunduran diri dari LBH PUSPA tersebut ;
b. Akta Pendirian LBH PUSPA Nomor 10  yang dibuat dihadapan PAUL CHRISTIAN, S.H., M.Kn. Notaris Purwodadi Grobogan pada halaman pertama ditulis tanggal 16 September 2011, namun pada Akta perubahan  Nomor  66  yang  dibuat  dihadapan  SRI SUHARNI, SH Notaris Purwodadi Grobogan, ditulis  dengan Akta Nomor 10 tanggal 16 September 2010 ;
Terhadap Akta Nomor 10 pada tanggal pembuatan ada perbedaan :
1) Tanggal 16 September 2011.
2) Tanggal 16 September 2010.
c. Dasar pembuatan Akta Perubahan ditulis mendasari Para Pemberi Kuasa menyatakan Keluar dari Lembaga berdasarkan Surat Pernyataan   yang   dibuat   dibawah   tangan   bermaterai   cukup tertanggal 20 Juni 2012 yang aslinya dilekatkan pada Minuta Akta ini ;
Terhadap Akta kuasa dibawah tanganyang dibuat Sdr. ISKANDAR pada tanggal pembuatan ada perbedaan yaitu:
1) Tanggal 19 Juni 2012.
2) Tanggal 20 Juni 2012.
Berdasarkan alasan-alasan diatas, apabila dihubungkan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon dengan menetapkan Pemohon sebagai tersangka, dilakukan dan ditetapkan oleh prosedur yang tidak benar dan melanggar ketentuan Hukum Acara Pidana, maka  Hakim Pengadilan Negeri Purwodadi yang memeriksa dan mengadili perkara a quo dapat menjatuhkan putusan bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan tersangka terhadap Pemohon yaitu Penyelidikan, Penyidikan dan Penetapan Tersangka dapat dinyatakan merupakan Keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan menurut hukum.
Berdasarkan alasan dan fakta-fakta yuridis diatas, Pemohon memohon kepada Yang Terhormat Ketua Pengadilan Negeri Purwodadi Cq. Hakim Tunggal yang memeriksa dan mengadili Permohonan Praperadilan a quo berkenan menjatuhkan Putusan  dengan amar  Putusan sebagai berikut :
M E N G A D I L I
1. Mengabulkan  Permohonan Praperadilan Pemohon untuk seluruhnya ;
2. Menyatakan Penetapan Tersangka terhadap Iskandar (Pemohon) yang dikeluarkan oleh  Termohon berdasarkan Surat Panggilan Nomor : S.Pgl 47 / IV / 2018 /Reskrim tanggal 25 April 2018  adalah tidak sah ;
3. Menyatakan Surat Perintah Penyidikan dari Termohon Nomor : Sp.Sidik/52/IV/2016/Reskrim tanggal 11 April 2016 dan Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sp.Sidik/52.a/I/2018/Reskrim tanggal 29 Januari 2018 adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan mengikat ;
4. Menyatakan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Nomor : SPDP/200.a/II/2018/Reskrim tanggal 01 Pebruari 2018 adalah tidak sah karena  melanggar Pasal 25  ayat (1) (Paragraf 2 SPDP) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana ;
5. Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya ;
6. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku.
PEMOHON  sepenuhnya memohon kebijaksanaan Hakim Pengadilan Negeri Purwodadi yang memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap Perkara aquo  dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan.
Apabila Yang Mulia Hakim Pengadilan Negeri Purwodadi yang memeriksa Permohonan Praperadilan aquo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Pihak Dipublikasikan Ya